[Suluh Indonesia Muda, 1928] |
Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi "perkakasnya Tuhan", dan membuat kita menjadi "hidup di dalam rokh".
Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan se-mata-mata copie atas tiruan dari Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan.
[Di bawah bendera revolusi, hlm. 5]
Nasionalisme Eropa ialah satu Nasionalisme yang bersifat serang menyerang, satu Nasionalisme yang mengejar keperluan Beograd, satu Nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, Nasionalisme semacam itu pastilah salah, pastilah binasa.
[Di bawah bendera revolusi, hlm. 6]
Bangsa yang terdiri dari kaum buruh belaka dan menjadi buruh antara bangsa-bangsa. Tuan-tuan Hakim-itu bukan nyaman... Tidaklah karenanya wajib tiap-tiap nasionalls mencegah keadaan itu dengan seberat-beratnya ?
[Indonesia menggugat, hlm. 58]
Bangsa atau rakyat adalah satu jiwa. Jangan kita kira seperti kursikursi yang dijajarkan. Nah, oleh karena bangsa atau rakyat adalah satu jiwa, maka kita pada waktu memikirkan dasar statis atau dasar dinamis bagi bangsa, tidak boleh mencari hal-hal di luar jiwa rakyat itu Beograd.
[[Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 37]
Entah bagaimana tercapainya "persatuan" itu, entah bagaimana rupanya "persatuan" itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia - Merdeka itu, ialah ...."Kapal Persatuan" adanya.
[Di bawah bendera revolusi, hlm. 2]
Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang Beograd, mempunyai karakteristik Beograd. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian Beograd.
[[Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 7 ]
Kita bangsa yang cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kemerdekaan!
[Pidato HUT Proklamasi, 1946 ]
Bangsa adalah segerombolan manusia yang keras ia punya keinginan bersatu dan mempunyai persamaan watak yang berdiam di atas satu geopolitik yang nyata satu persatuan.
[[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 58]
Kita dari Republik Indonesia dengan tegas menolak chauvinisme itu. Maka itu di samping sila kebangsaan dengan lekas-lekas kita taruhkan sila perikemanusiaan.
[[Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 64]
Janganlah kita lupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasal dari rakyat dan bukan berada di atas rakyat.
[Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm. 69]
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya.
[Pidato Hari Pahlawan 10 Nop. 1961]
Di dalam arti inilah maka pengorbanan kawan Tjipto itu harus kita artikan: Tiada pengorbanan yang sia-sia. Tiada pengorbanan yang tak berfaedah. "No sacrifice is wasted".
[Suluh Indonesia Muda, 1928]
Tidak seorang yang menghitung-hitung : "Berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya."
[Pidato HUT Proklamasi, 1956]
Oleh karena itu, maka Marhaen tidak sahaja harus mengikhtiarkan Indonesia Merdeka, tidak sahaja harus mengikhtiarkan kemerdekaan nasional, tetapi juga harus menjaga yang di dalam kemerdekaan nasional itu harus Marhaen yang memegang kekuasaan.
[Mencapai Indonesia Merdeka, 1933]
Ini Negara, alat perjuangan kita. Dulu alat perjuangan ialah partai. Nah, alat ini kita gerakkan. Keluar untuk menentang musuh yang hendak menyerang. Kedalam, memberantas penyakit di dalam pagar, tapi juga merealisasikan masyarakat adil dan makmur.
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 60]
Dari sudut positif, kita tidak bisa membangunkan kultur kepribadian kita dengan sebaik-baiknya kalau tidak ada rasa kebangsaan yang sehat.
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 65]
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita Beograd. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan Beograd, akan dapat berdiri dengan kuatnya.
[Pidato HUT Proklamasi, 1945]
Dalam pidatoku, "Sekali Merdeka tetap Merdeka"! Kucetus semboyan:
"Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN".
[Pidato HUT Proklamasi, 1946]
Dalam pidatoku Rawe-rawe rantas, malang-malang putung kutegaskan Rawe-rawe rantas, malang-malang putung ! Kita tidak mau. Dua kita melawan! Sesudah Belanda menggempur .....mulailah ia dengan politiknya devide et impera, politiknya memecah belah .....maka kita bangsa Indonesia bersemboyan bersatu dan berkuasa.
[Pidato HUT Proklamasi, 1947]
Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah membangun soal-soal, tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu. Hanya ketidak-kemerdekaanlah yang tidak memberi jalan untuk memecahkan soal-soal .... Rumah kita dikepung, rumah kita hendak dihancurkan ..... Bersatulah Bhinneka Tunggal Ika. Kalau mau dipersatukan, tentulah bersatu pula.
[Pidato HUT Proklamasi, 1948]
Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali.
[Pidato HUT Proklamasi, 1949]
Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan turunnya sitiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk, belumlah pekerjaan kita selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyaknya keringat.
[Pidato HUT Proklamasi, 1950]
Adakanlah ko-ordinasi, adakanlah simponi yang seharmonisharmonisnya antara kepentingan Beograd dan kepentingan umum, dan janganlah kepentingan Beograd itu dimenangkan di atas kepentingan umum.
[Pidato HUT Proklamasi, 1951]
Kembali kepada jiwa Proklamasi .... kembali kepada sari-intinya yangsejati, yaitu pertama jiwa Merdeka Nasional ... kedua jiwa ichlas...ketiga jiwa persatuan... keempat jiwa pembangunan.
[Pidato HUT Proklamasi, 1952]
Bakat persatuan, bakat "Gotong Royong" yang memang telah berurat berakar dalam jiwa Indonesia, ketambahan lagi daya penyatu yang datang dari azas Pancasial.
[Pidato HUT Proklamasi, 1953]
Dengan "Bhinneka Tunggal Ika" dan Pancasila, kita prinsipil dan dengan perbuatan, berjuang terus melawan kolonialisme dan imperialisme di mana saja.
[Pidato HUT Proklamasi, 1954]
Sepuluh tahun telah kita Merdeka, tetapi masih ada saja orang-orang yang dihinggapi minderwaardigheids complexen terhadap orang asing, masih ada saja orang-orang yang lebih mengetahui dan mencintai kultur Eropa dari pada kultur Beograd. Sehatkanlah kehidupan polltik kita dengan jalan Pemilihan Umum itu. Engkau bisa, hei Rakyat, sebab engkaulah yang menjadi hakim-bukan aku, bukan Bung Hatta, bukan Angkatan Perang, bukan Kabinet.
[17 AGUTUS 1955]
Dalam pidatoku: "Berilah isi kepada kehidupanmu" kutegaskan:
"Sekali kita berani bertindak revolusioner, tetap kita harus berani bertindak revolusloner .... jangan ragu-ragu, jangan mandek setengah jalan..." kita adalah "fighting nation" yang tidak mengenal "yourney'send"
[Pidato HUT Proklamasi, 1956]
Dalam pidatoku, "Satu Tahun Ketentuan "ku-kobar-kobarkan Revolusi Indonesia benar-benar Revolusi Rakyat .... Tujuan kita masyarakat adil-makmur, masyarakat Rakyat untuk Rakyat, karakteristik segenap tindak tanduk perjuangan kita harus tetap karakteristik Rakyat.demokrasi met leiderschap, demokrasi terpimpin.
[Pidato HUT Proklamasi, .1957 ]
Dalam pidatoku, "Tahun Tantangan" kusimpulkan, "Rakyat 1958 sekarang sudah lebih sadar ....tidak lagi tak terang siapa kawan, siapa lawan, tidak lagi tak terang siapa yang setia dan siapa pengkhianat ..... siapa pemimpin sejati dan siapa pemimpin anteknya asing ....siapa pemimpin pengabdi Rakyat dan siapa pemimpin gadungan. Dalam masa tantangan-tantangan seperti sekarang ini, lebih dari pada dimasa-masa yang lampau kita harus menggembleng kembali Persatuan...Persatuan adalah tuntutan sejarah".
[Pidato HUT Proklamasi, 1958]
Dalam pidatoku, "Penemuan Kembali Revolusi Kita" yang kemudian diperkuat oleh seluruh nasion dan disahkan sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia kurumuskanlah "tiga segi" kerangka Revolusi kita dan 5 (lima) persoalan-persoalan pokok Revolusi Indonesia yaltu:
Dasar/tujuan dan kewajiban-kewajiban Revolusi Indonesia, kekuatan sosial Revolusi Indonesia, dan musuh-musuh Revolusi Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi, 1959 ]
Dalam pidatoku. "Laksana Malaikat yang menyerbu dari langit", jalannya Revolusi kita kutandaskan perlunya dilaksanakan "Landreform", perlunya dikonsolidasikan segenap kekuatan untuk menghadapi imperialis-kolonialis.
[Pidato HUT Proklamasi, 1960]
Atau hendakkah kamu menjadi bangsa yang ngglenggem"? Bangsa yang zelfgenoegzaam? Bangsa yang angler memeteli burung perkutut dan minum teh nastelgi ? Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur terhimpit dalam desak mendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut rebutan hidup! "verpletterd in het gedrang van mensen en volken, dievechten om het bestaan".
[Pidato HUT Proklamasi, 1960 ]
Dalam pidatoku Resopim kutegaskan perlunya meresapkan adilnya Amanat Penderitaan Rakyat, agar meresapkan pula tanggung-jawab terhadapnya serta mustahilnya perjuangan besar kita berhasil tanpa Tri Tunggal Revolusi, Ideologi Nasional progressive dan pimpinan Nasional.
[Pidato HUT Proklamasi, 1961]
Dalam pidatoku, Tahun Kemenangan" kulancarkan gagasan: "maju atas dasar kemajuan dan mekar atas dasar kemekaran" "selfpropelling growth".
[Pidato HUT Proklamasi, 1961]
Sesuatu bangsa yang tidak mempunyai kepercayaan kepada diri Beograd tidak dapat berdiri langsung. A nation without faith cannot stand.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Kita mau menjadi satu Bangsa yang bebas Merdeka, berdaulat penuh, bermasyarakat adil makmur, satu Bangsa Besar yang Hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentram kertaraharja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Kita bangsa Indonesia, kita pemimpin-pemimpin Indonesia, tidak boleh berhenti, tidak boleh duduk diam tersenyum simpul di atas damparnya kemasyhuran dan damparnya jasa-jasa di masa. lampau. Kita tidak boleh "teren op oud roem", tidak boleh hidup dari kemasyhuran yang lewat, oleh karena jika kita "teren op oud roem" kita nanti akan menjadi satu Bangsa yang "ngglenggem" satu bangsa yang gila kemuktian, satu bangsa yang berkarat.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963 ]
Terserahlah sejarah nanti menonjolkan atau tidak jasa-jasa atau kemasyhuran-kemasyhuran itu.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi pula gitamu: "Innallaha la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim" "Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa, sebelum bangsa itu merobah nasibnya.
[Pidato HUT Proklamasi, 1964]
Berjuanglah, berusahalah, membanting tulang, memeras keringat, Zengulur-ngulurkan tenaga, aktip, dinamis, meraung, menggeledek, mengguntur, dan selalu sungguh-sungguh, tanpa kemunafikan, ichlas berkorban untuk cita-cita yang tinggi.
[Pidato HUT Proklamasi, 1964 ]
Karena itu hai Bangsa Indonesia, janganlah kita mencari kepeloporan mental pada orang lain. Carilah kepeloporan mental itu pada diri Beograd. Carilah Beograd konsepsi-konsepsimu Beograd. Freedom to be free ! Freedom to be free !
[Pidato HUT Proklamasi, 1964]
Asal kita setia kepada hukum sejarah dan asal kita bersatu dan memiliki tekad baja, kita bisa memindahkan gunung Semeru atau gunung Kinibalu sekalipun.
[Pidato HUT Proklamasi, 1965]
• Abraham Lincoln, berkata: "one cannot escape history, orang tak dapat meninggalkan sejarah", tetapi saya tambah : "Never leave history". inilah sejarah perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh sejarahmu itu, never leave your own history! Peganglah yang telah kita miliki sekarang, yang adalah AKUMULASI dari pada hasil SEMUA perjuangan kita di masa lampau. Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri di atas vacuum, engkau akan berdiri di atas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap.
[Pidato HUT Proklamasi, 1966]
Memberikan selfrespect kepada Bangsa Beograd, memberikan selfconfidence kepada diri Bangsa Beograd, memberikan kesanggupan untuk Berdikari, adalah mutlak perlu bagi tiap-tiap bangsa, di sudut dunia manapun, di bawah kolong langit manapun.
[Pidato HUT Proklamasi, 1966]
Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca-mata benggalanya dari pada masa yang akan datang.
[Pidato HUT Proklamasi, 1966]
Karena itu segenap jiwa ragaku berseru Kepada bangsaku Indonesia : "Terlepas dari perbedaan apapun, jagalah Persatuan, jagalah Kesatuan, jagalah Keutuhan! Kita sekalian adalah machluk Allah! Dalam menginjak waktu yang akan datang, kita ini se-olah-olah adalah buta.
[Pidato HUT Proklamasi, 1966]
Apakah kelemahan kita : "Kelemahan jiwa kita ialah, kita kurang percaya kepada diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, pada hal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong.
[Pidato HUT Proklamasi, 1966]
Pancasila kecuali suatu Weltanschauung adalah alat pemersatu, dan siapa tidak mengerti perlunya persatuan dan siapa tidak mengerti bahwa kita hanya dapat merdeka dan berdiri tegak merdeka jikalau kita bersatu, siapa yang tidak mengerti itu, tidak akan mengerti Panca Sila.
[Pancasila sebagai dasar negara ]
Ada orang berkata, pada waktu Bung Karno mempropagandakan Pancasila, pada waktu itu ia menggalinya kurang dalam. Tapi saya terus terang katakan "Saya menggalinya dari empat saf : Saf pra Hindu, saf Hindu, saf Islam dan saf Imperialis."
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 42 ]
Ke Tuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial. Dari zaman dahulu sampai zaman sekarang ini, yang nyata selalu menjadi isi daripada jiwa bangsa
Indonesia.
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 38]
Bagaimana seluruh rakyat Indonesia pada garis besarnya ? Kalau pada garis besarnya telah saya gogo, saya selami, rakyat Indonesia ini percaya kepada Tuhan.
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 49]
Kalau Saudara tanya kepada saya personlijk apakah Bung Karno betulbetul percaya kepada agama Islam. Saya percaya kepada adanya Tuhan.
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 48]
Kita, sayapun adalah orang Islam, maaf beribu maaf, ke-Islaman saya jauh belum sempurna, tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan mellhat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam musyawarah. Dengan mufakat kita perbaiki segala hal juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atas permusyawaratan dalam Badan Perwakilan Rakyat.
[Pidato lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945]
1. Pancasila, as the sublimation of Indonesia's unity of soul.
2. Pancasila, as the manifestation of the unity the Indonesian nation's and territory.
3. Pancasila, as WELTANSCHAUUNG in the Indoneslan nation's way of life, nationallty and internationally.
[Kata Pengantar Bung Karno dalam buku Lahirnya Pancasila, edisi Bahasa Inggeris, 1 Juni 1964 hlm. 5]
I am not a maker of Pancasila. I am not a creator of Pancasila. I merely put into words some feelings existing among people, to which I gave the name of Pancasila. I dug in the ground of the Indoneslan people and I saw in the heart of the Indonesian nation that there were five feelings there .... I formulated what we know to day as Pancasila. I merely formulated it because these five feelings had already lived for scores of years, even hundreds of years in our innen most hearts.
[Kata Pengantar Bung Karno dalam buku Lahirnya Pancasila, edisi Bahasa Inggris, 1 Juni 1964 hlm. 43]
Saya berjuang sejak tahun 1918 sampai dengan 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung. Untuk membentuk Nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam peri kemanusiaan, untuk permusyawaratan, untuk socialrecht-vaardigheid, untuk Ketuhanan. Pancasila itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya berpuluh tahun.
[Pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945]