Info Terbaru

Paradigma Cinta Pria dan Perempuan>> Blog Berbagi

BLOG BERBAGI - Kemarin malam, seorang kawanku bertanya kepadaku: 'Bagaimana kalau Kamu senang dengan seseorang perempuan, lantas perempuan tersebut keduluan dinikahi orang lain, perasaan kamu gimana? tenang aja? gondok? atau gimana?'

Maka saya bercerita kepadanya tentang beberapa prinsip-prinsip dalam kehidupan yang saya jalani. Dan terkait ini, sesungguhnya kita sedang membicarakan salah satu konteks cinta dalam pengertian cintanya laki-laki dan perempuan.
Seringkali saya heran terhadap orang-orang yang begitu tersiksa karena cinta, yang begitu terbutakan karena cinta. Sebetulnya, bagi saya, tidak ada alasan yang cukup logis bahwa saya untuk harus sakit hati, gondok, atau kepikiran, manakala perempuan yang saya sukai telah terlebih dahulu dinikahi oleh orang lain.Mengapa demikian? paradigma cinta dalam pikiran dan hati kita yang akan membentuk sikap dan perilaku kita terkait kejadian yang dialami dan dirasakan.

'Dijadikan indah bagimu wanita, dst..' [redaksinya kira-kira begitu], adalah petunjuk adanya sebuah fithrah dasar manusia untuk saling suka dengan lawan jenisnya. Sesholeh apapun seseorang, adalah munafik jika sekalipun tidak pernah terbersit dalam hatinya kecenderungan kepada perempuan.

Maka bayangkanlah seperti sebuah termometer lengkap dengan air raksa yang mengalir di dalamnya. Air raksa akan naik manakala kondisi yang membuatnya naik terpenuhi. Semakin panas, air raksa akan bergerak naik, dan sebaliknya. Begitulah, siapapun perempuan yang kita lihat, selalu terbersit akan kecenderungan kita kepadanya, baik sadar maupun tidak sadar, pasti akan menimpa kita. Tentu saja dengan kadar yang berbeda. Umumnya, jika perempuan itu cantik, air raksa kecenderungan cinta akan naik lebih tinggi dibandingkan kepada perempuan yang buruk rupa. Tidak melulu hanya cantik, namun faktor-faktor lain dapat berupa keturunan, kesholehan, harta, kekuasaan, dan sebagainya yang dapat menarik hati.

Agaknya tidak adil dan takut terjadi mispersepsi jika saya katakan seperti diatas. Lebih baik saya tambahkan bayangan bahwa andai saja termometer tersebut dapat bergerak ke atas dan ke bawah, yang menunjukkan kecenderungan bernilai positif dan negatif. Maka, jika air raksa kecenderungan cinta kita naik secara menurun pada sumbu negatif, artinya kita sedang terjebak dengan yang disebut nafsu semata. Dan ia bersifat destruktif juga temporer.

Permasalahannya ialah ketika kita membuat kondisi-kondisi agar air raksa kecenderungan cinta terus menaik, dan pada saat tertentu air raksa tersebut akan melewati suatu titik kritis, dimana disitulah, awalan-awalan kecenderungan, lintasan-lintasan hati, mulai berubah menjadi apa yang disebut cinta. Inilah kondisi ketidakbolehan yang saya pahami dalam ajaran agama yang saya anut, yang lazim disebut sebagai mengotori hati. Artinya, kita mesti dapat membedakan antara kondisi-kondisi dimana kecenderungan dan lintasan-lintasan terhadap lawan jenis adalah wajar, dengan kondisi-kondisi dimana lintasan-lintasan dan kecenderungan-kecenderungan itu mulai berubah menjadi tidak wajar lagi. Tentu saja dengan perkecualian, bahwa keduanya sedang dalam proses serius menuju jenjang pernikahan, dan bukan untuk main-main, apalagi dengan format pacaran seperti yang lazim dikenal saat ini.

Sehingga, saya berpendapat, bahwa pada dasarnya kitalah yang salah dengan memncoba bermain-main dengan membuka pintu hati kita terhadap orang lain yang kita sukai, bahkan hingga pada taraf yang tidak wajar. Itulah yang kemudian menyebabkan adanya keinginan rasa kepemilikan yang sangat terhadap perempuan tertentu.
Namun jangan lupa kaidah lain. Bahwa, selama barang yang ada belum di tawar, maka tidaklah ada alasan yang cukup untuk kemudian kita merasa bersedih, sakit hati, gondok, dan sejenisnya, baik terhadap si penawar (dalam hal ini pihak laki-laki yang meminang untuk menikahi si perempuan), maupun yang ditawar (seorang perempuan yang diam-diam juga kita sukai).

Saya sebagai seorang laki-laki, tentu saja memiliki fithrah kecenderungan terhadap perempuan juga. Lintasan-lintasan itu tentu saja tidak jarang terbayang dalam alam pikiran dan hati saya. Mulai dari akhwat -yang mereresentasikan suatu bentuk kesholehan lebih- hingga perempuan gaul, tentu pernah melintasi pikiran.
artinya sebetulnya, cinta dapatlah dibangun kepada siapapun perempuan, selama dua hal ini bisa dipenuhi: adanya usaha-usaha untuk menciptakan kenaikan air raksa kecenderungan cinta, dan adanya frekuensi yang sama diantara kedua belah pihak (saling mau).

Sehingga, saya tidak pernah kecewa, sakit hati, gondok, bahkan khawatir terhadap urusan yang seperti ini. Jika ada akhwat atau perempuan yang pernah terlintas dalam hati saya dan menikah dengan orang lain, ya silahkan saja, tidak ada masalah. Itu karena prinsip saya bahwa cinta dapat dibangun kepada siapapun. Itulah mengapa saya berkeyakinan bahwa seseungguhnya kita bisa membangun rasa cinta lebih dari satu orang. Makanya, islam melarang adanya interaksi-interaksi antar lawan jenis yang tidak pada kadarnya, apalagi bagi yang sudah berumahtangga, karena hal tersebut sangat memungkinkan munculnya air raksa kecenderungan cinta hingga melewati titik kritis tertentu yang akan berbahaya jika tidak disolusikan dengan segera.

Maka tidaklah mengherankan banyak pasangan yang langgeng-lenggeng saja dan harmonis dengan model pernikahan ala teman-teman saya yang menjadi kader-kader PKS dengan awalannya hanya saling menukar biodata via guru mengajinya! Maka saya bisa memahami maksud baik orang-orang jawa yang mengatakan bahwa cinta itu timbul lantaran sering bertemu dan berinteraksi.Lagipula, urusan cinta mencinta, bagi saya bukanlah urusan hiasan duniawi semata yang kita umbar dengan seenaknya, namun banyak kerangka mulia yang dapat dijadikan alasan lebih baik.

Bagi saya, adalah hal yang supertolol gak ketolongan, jika hanya gara-gara cinta sepele (maksudnya sebelum adanya ikatan pernikahan), orang rela menghabiskan waktunya sia-sia, orang rela bunuh diri karena putus cinta, orang saling membunuh karena orang yang disukainya dinikahi orang lain, saling bertengkar, atau lantas memutuskan tali silaturahmi. Tidak elit! tidak elegan! dan tentu saja tidak dewasa...

Masih lebih baik bagi kita yang hanya sekedar kecewa atau sakit hati, atau gondok gara-gara cinta, karena itu juga fithrah manusia -meski bagi saya tidak cukup logis- Hanya saja, kewajaran itu jika terus berlangsung berlarut-larut, tidak hilang, justru menimbulkan amarah dan dendam, atau membuat kita stress, maka saya yakin ada yang salah dari paradigma berfikir kita tentangnya.

Akhirnya, jika kita belum siap atau serius menuju jenjang yang jelas, maka jangan sekali-kali membuka pintu cinta untuk hati orang lain. Jika muncul dalam kadar yang lebih, sebaiknya kita membatasi diri dari interaksi dengan orang yang kita sukai, kecuali kalau kita sanggup memahami akan makna cinta secara lebih luas. Jika kita tidak merasa apapun, sedangkan perempuan lain dimana kita berinteraksi lantas menjadi menyukai kita, ada baiknya kita tidak memberikan harapan-harapan kepadanya, sekecil apapun. Jangan dibuat main-main, rekan. Perempuan itu makhluk yang lembut dan sensitif, jadi jangan menyakitinya...