Berbagai analisis pun menerawang dalam kepalanya. Namun,
satu yang paling tepat adalah bahwa semua itu berasal dari kesalahannya
sendiri. Malas bangun pagi dan jarang masuk kuliah adalah penyebab utama
kegagalannya. Belum lagi pakaiannya yang slengean, semakin menambah antipati
para pendidik. Jelas sudahlah penyebab semua nilai Error dalam KHSnya.
Hal seperti yang digambarkan di atas sugguh terlihat tak
menarik untuk dibahas. Namun, bagaimana bila kesalahan sepenuhnya bukan hanya
berasal dari mahasiswa itu sendiri?, bagaimana bila beberapa kegagalan justru
merupakan tindak tak tahu diri dan arogansi dosen mata kuliah bersangkutan itu
sendiri?. Masihkah ia tak pantas untuk di bahas?.
Merupakan sesuatu yang wajar adanya bila dosen terlambat
masuk kelas atau pun sekalian tak masuk memberikan kuliah. Toh! tidak ada KHS
yang harus ia terima di akhir semester. Toh! tidak pernah ada mahasiswa yang
berani mengkritik apalagi memprotesnya secara lansung. Bukankah Dosen yang
memegang stir kendali nilai mahasiswa. “Mana mungkin mereka berani!”. Apalagi,
sepertinya mahasiswa justru terlihat bahagia dengan ketidakhadiran dosennya.
Mereka mendapat tambahan waktu untuk bersantai ria.
Namun, merupakan sesuatu yang tak dapat ditolerir bila
mahasiswa yang terlambat masuk kelas apalagi tak menghadiri pertemuan. Nilai
mereka dapat diobrak-abrik dengan mudah. Terlebih jika pakaian mereka slengean
saja. Bisa-bisa mereka jadi mahasiswa seumur hidup.
Penulis sering mengorbankan diri tuk mandi di pagi buta
hanya karena tak ingin telat menghadiri mata kuliah di pagi hari. Namun,
ternyata hasil yang didapatkan adalah nihil. Dosennya tak pernah hadir
sepanjang tiga minggu berturut-turut. Karena telah bosan menikmati air dingin
dan sering kecewa, penulis akhirnya lebih memilih melanjutkan tidur dibanding
maksuk kampus di pagi hari. Bukankah kemungkinan besar dosennya tak hadir lagi
minggu ini. Namun, prediksi tetap saja prediksi. Dosennya hadir dan dengan
angkuh mengabsenkan sang penulis. Berbekal pengalaman naas tersebut penulis mencoba
untuk hadir lagi di minggu berikutnya. Tetapi sekali lagi ia harus dikecewakan
oleh ketidakhadiran sang dosen.
Penulis sungguh tak habir pikir, mengapa ia tak pernah
berjodoh dengan dosennya?. Apakah ia yang sedang sial ataukah dosennya yang
dasarnya memang pemalas. Toh, bila memang dosennya yang pemalas mengapa ia
harus menatap nilai Error pada mata kuliah tersebut di KHSnya?.
Sungguh makan hati!.
Padahal jika kita berpikir jernih, Dosen tak bisa semau gue
aja di kampus ini. Bukankah mereka menghidupi keluarganya dari mengajar
mahasiswa. Bukankah pemerintah menggaji mereka setiap bulan, bukan untuk
mengajar di universitas lain alias menjadi dosen terbang. Boro-boro mengurusi
mahasiswa tempat ia ditugaskan. “Gajinya dah jelas saya terima setiap bulan
kok, tanpa pengurangan apapun. Lebih baik saya mengurusi mahasiswa-mahasiswa
swasta, lumayan untuk menambah uang belanja rumah tangga”. Mungkin seperti
itulah kata hati para dosen yang kelebihan beban mengajar di luar tempat
tugasnya.
Mahasiswa telah begitu setia membayar SPP di setiap akhir
semester, toh ternyata hal itu tak berarti bahwa mereka telah mendapat
pelayanan layaknya bos seperti saat mereka check in di kamar hotel. Membayar
SPP ternyata sama halnya dengan membayar pajak yang tak seimbang dengan hasil
pembangunan yang mereka nikmati. Kita telah membayar mereka untuk menjadi bos
yang semau gue.
Orang tua telah mengucurkan keringatnya yang kemilau bak
berlian, berharap uang belanja yang telah mereka sisihkan setiap harinya untuk
melunasi SPP anaknya akan terbalaskan oleh ilmu yang setimbang dengan keringat
yang membasuh wajah keriput mereka. Sekalipun asap dapur tak lagi mengepul
sesering dulu, bayangan akan masa depan anaknya yang lebih baik telah
menyejukkan perut kecil mereka.
Namun, mungkinkah mimpi indahnya dapat tercapai bila para
pendidik, tempat mereka mengantungkan segala harapan, tak menjalankan tanggung
jawabnya dengan penuh tanggung jawab. Pendidik itu hanya datang se-sekali.
Kalau pun hadir biasanya terlambat. Terkadang hanya datang tuk mengabsen,
memberikan tugas kemudian pergi. Itukah contoh pendidik yang baik.
Kita masih patut bersyukur sebab tak semua dosen kita
berlaku seperti di atas. Namun beberapa yang tak tau diri di antara dosen kita
tetap saja perlu untuk tak kita biarkan. Bila selama ini dosen-dosenlah yang
mengabsen mahasiswa, mengapa tak kita mulai untuk mengabsen dosen pula. Bila
teman-teman mahasiswa mencoba mengabsen dosennya sendiri, mungkin kawan-kawan
akan menemukan dosen yang lebih sering terlambat dibanding anda. Mungkin
kawan-kawan akan menemukan dosen yang lebih sering absen atau alfa dibanding
anda. Anehnya, justru kemungkinan besar mata kuliah bersangkutan itulah yang
memberikan nilai yang tak pernah kalian inginkan tertera di KHS kawan-kawan
nantinya. Cobalah!!!
....
....